PERAN PERPUSTAKAAN MOTOR KELILING INSPIRASIKU DALAM PROMOSI PENINGKATAN BUDAYA BACA MASYARAKAT I.       PENDAHULUAN 1.1.            Promosi Perpustakaan Promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran, yakni aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, member dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono, 1997: 219). Promosi perpustakaan adalah untuk menyadarkan masyarakat pengguna tentang pentingnya perpustakaan bagi kehidupan. Mempromosikan perpustakaan juga tidak berbeda dengan mempromosikan sebuah produk komersial. Dalam istilah marketing kita mengenal istilah edukasi pasar maka untuk perpustakaan pun ada yang disebut dengan user education atau pendidikan pengguna, dan cara inilah yang paling efektif dalam melakukan promosi perpustakaan.Menutu Thomas Vogel pendidikan pemakai dilakukan untuk menjawab dua pertanyaan berikut ( Fjallbrant, 1984: 9): 1. Do librarians know what the student perceives about the services in the library? 2. Do librarians know what the student really needs to know (or perceives necessary to know) about the librar Jasa dan fasilitas yang disediakan perpustakaan harus senantiasa aktif dipromosikan sampai semua kelompok sasaran menyadari peran utama perpustakaan, yaitu sebagai mitra dalam pembelajaran dan merupakan pintu gerbang untuk membuka semua jenis sumber informasi. Tentu saja bentuk promosinya juga harus disesuaikan dengan berbagai kelompok sasaran yang berbeda-beda. 1.2.            Tujuan Promosi Perpustakaan Promosi perpustakaan bertujuan untuk memperkenalkan koleksi serta pelayanan yang diberikan, agar yang memerluka dapat memanfaatkan secara maksimal. Promosi perpustakaan perlu dilakukan karena masih banyak anggota masyarakat yang belum mengenal manfaat suatu perpustakaan bagi dirinya. Keberhasilan promosi perpustakaan ditentukan oleh banyak factor, antara lain : kesesuaian antara materi promosi, dan cara promosi dengan kebutuhan pemakai potensial ( Fauzah, 2006 : 16) II. PEMBAHASAN PROMOSI PERPUSTAKAAN 2.1.            Definisi Perpustakaan Keliling Perpustakaan keliling sebagai salah satu perangkat pendidikan non formal berupaya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk melaksanakan amanat itu perpustakaan keliling mempunyai tugas mengumpulkan, memilih, dan menyajikan karya-karya manusia kepada masyarakat yang tidak terlayani oleh perpustakaan umum (Hardjoprakoso, 1992). Berbagai upaya untuk meningkatkan gairah pemanfaatan informasi bagi masyarakat dan untuk mengkondisikan tumbuhnya minat baca terus bergulir. Tahun 2015 Pengelola Perpustakaan Desa Lebungnala Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung mendirikan Perpustakaan keliling. Dengan sepeda motor tua, berkeliling di Desa Lebungnala dan sekitarnya untuk mengenalkan buku sebagai jendela dunia. "Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, saya masuk warung, poskamling, dan bengkel untuk melaksanakan salah satu kegiatan Perpustakaan Motor Keliling Inspirasiku supaya lebih mengena, Jemput pemustaka lebih efektif daria pada menunggu pemustaka walaupun dengan alat transportasi pribadi dan dengan koleksi yg monoton serta jumlah koleksi yg tidak mencukupi, tapi melihat antusias masyarakat untuk membaca menjadikan sy tambah semangat dengan perpustakaan keliling inspirasiku , karena menurut saya semua orang ( kaya , miskin ,tua ,muda maupun anak anak ). 2.2.            Tujuan Perpustakaan Motor Keliling Inspirasiku ·          Membiasakan masyarakat untuk membaca, dan terutama menciptakan sikap bahwa sekarang, buku termasuk kebutuhan dasar dari setiap keluarga. Siapa pun yang bertanggung jawab terhadap keluarga tidak boleh memandang rumahnya sebagai kandang di mana ia hanya perlu menyediakan air dan nasi serta bereproduksi; sebaliknya, ia harus memandang keluarga sebagai sebuah unit manusia yang juga sangat membutuhkan makanan intelektual dan semua anggota keluarga harus memikirkan untuk memenuhi kebutuhan ini. ·         Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran rakyat serta melatih mereka, terutama kaum muda, baik secara intelektual, spiritual, maupun emosional menurut usia dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. ·          Mengatasi kelemahan-kelemahan spiritual dan intelektual yang diakibatkan oleh tidak adanya kemampuan finansial dalam membeli bahan bacaan terutama buku yang dibutuhkan. Mencegah kemiskinan ekonomi agar tidak mengakibatkan kemiskinan intelektual. ·          Mengatasi penyakit minat baca yang telah parah diderita oleh masyarakat menuju berkembangnya masyarakat membaca (reading society) ·          Mempercepat berkembangnya literasi informasi di masyarakat. Serta mengeliminasi terjadinya kesenjangan intelektual yang diakibatkan oleh kesenjangan informasi. III.       Pembahasan Perpustakaan Keliling Peran Strategis Perpustakaan Keliling Informasi adalah nyawa peradaban sebuah bangsa, kapan dan di mana pun. Hidup-matinya sebuah peradaban atau maju–terbelakangnya sebuah bangsa sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan informasi masyarakatnya. Realitas ini semakin terasa ketika peradaban memasuki gelombang ketiga. Informasi bukan saja menjadi elan vital akan tetapi juga sudah menjadi komoditas yang diperebutkan oleh manusia di pentas kehidupan global ini. Namun demikian, masyarakat kita adalah masyarakat yang terbelah kalau dilihat dari sudut pandang literasi informasi. Di satu pihak masih ada yang masih hidup di alam praliterasi, yaitu kehidupan yang masih didominasi oleh tradisi lisan dan sulit mengakses sumber informasi. Di pihak lain, ada sebagian masyarkat yang mengalami banjir informasi. Di mana manusia merasa kebingungan karena terlalu banyaknya informasi sebagai ekses dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Maka terjadilah kesenjangan informasi yang akan membawa kepada kesenjangan intelektual. Oleh karena itu pemerataan informasi adalah sebuah keniscayaan. Kesenjangan informasi ini terjadi disebabkan oleh baik faktor kultural maupun faktor struktural. Yang dimksud dengan faktor kultural adalah apabila ketertinggalan informasi itu karena kurangnya daya juang seseorang untuk memperolehnya, karena malas, tidak ada dukungan dari tradisi, atau lingkungan. Sedangkan apabila ketertinggalan informasi itu karena tidak tersedianya akses kepada sumber informasi, karena ketidakadilan atau karena ketidakpedulian pemerintah terhadapa kehidupan rakyatnya , ini disebut dengan faktor struktural. Menurut Fasli Jalal, secara kultural masyarakat Indonesia memang tidak memiliki tradisi membaca sejak jaman nenek moyang. Sebagaimana bisa ditelusur melalui literatur-literatur yang ada, perilaku membaca masyarakat Indonesia hampir dapat dikatakan “tidak ada”. Hal ini bisa dibuktikan dengan tiadanya artefak tulisan dalam jumlah yang banyak. Artefak tulisan hanya bisa ditemukan pada prasasti-prasasti berbahan baku batu atau tulisan kuna yang ditorehkan pada daun lontar, kulit binatang, atau pada kulit kayu. Dengan bahan baku demikian maka jumlahnya tidak bisa banyak (tidak massal). Situasi ini atau mungkin juga karena sebab lain, pada hampir seluruh etnis di Indonesia ini berkembang budaya lisan (folklore). Betapa mudah budaya (bahkan sastra) lisan bisa ditemukan di segenap penjuru tanah air. Segenap dongeng-dongen, mitos, fabel, puisi, pantun, petatah-petitih, peribahasa, syair, dan cerita rakyat dituturkan secara lisan, tanpa ada naskah tetulisnya. Dari semua itu, menyediakan infrastruktur yang merata di seluruh lapisan masyarakat akan dapat menjadi salah satu solusi dari problematika kesenjangan informasi di masyarakat yang diakibatkan oleh faktor kultural dan struktural seperti di atas. Sebab bagaimana minat baca masyarakat akan tumbuh dan budaya baca akan tercipta apabila masyarakat tidak memiliki akses yang mudah pada sumber informasi (bahan bacaan). Memang, idealnya setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan informasi dengan membeli sumber informasi, akan tetapi mengingat daya beli masyarakat yang sangat kurang membeli buku menjadi bukan prioritas. Selain itu juga ada faktor lain yang tidak kalah mengganggunya yaitu masih mahalnya harga buku. Sehingga memperbesar kemungkinan semakin jauhnya masyarakat dari sumber informasi. Apabila kita tambahkan pada daftar ini, kesulitan untuk pergi ke perpustakaan umum karena faktor geografi—sesuatu yang merupakan masalah umum bagi sebagian besar masyarakat—maka kita akan semakin mengerti mengapa minat baca atau penguasaan informasi rakyat Indonesia begitu rendahnya. Dengan mengingat faktor-faktor di atas, membangun perpustakaan keliling merupakan sebuah keniscayaan bagi Indonesia. Perpustakaan keliling merupakan sebuah sintesa dari berbagaimacam problematika baik budaya maupun struktural. Tentu saja dengan tujuan mendekatkan sumber informasi pada masyarakat. Tentu saja, sarana yang tersedia tidak akan bermanfaat secara optimal apabila tidak dikelola sebaik-baiknya. tetapi juga harus dibekali dengan sebuah pengetahuan dan kesadaran bahwa di tangan merekalah kunci kemajuan bangsa ini tergenggam. Lebih dari itu, para pengelola pun harus memiliki keinsafan, bahwa menjadi pengelola perpustakaan merupakan panggilan jiwa bukan sekedar panggilan tugas untuk mencari nafkah. IV.               KESIMPULAN Promosi perpustakaan sangat diperlukan untuk mendekatkan masyarakat terhadap perpustakaan dan akses informasi. Perpustakaan Motor Keliling Inspirasiku merupakan sebuah sarana yang dapat digunakan sebagai strategi promosi perpustakaan. Foto foto kegiatan motor pustaka

Komentar